Shalat Sepanjang Malam
SHALAT SEPANJANG MALAM[1]
Oleh
Muhammad bin Suud Al-Uraifi
Shalat malam yang paling utama adalah agar seseorang tidur selama separuh malam, kemudian dia bangun dan shalat pada sepertiganya dan kemudian tidur lagi selama seperenam malam, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
أَفْضَلُ الْقِيَامِ قِيَامُ دَاوُدَ، كاَنَ يَنَامُ نِصْفَ اللَّيْلِ، وَيَقُوْمُ ثُلُثَهُ، وَيَنَامُ سُدُسَهُ.
“Ibadah yang paling utama adalah ibadahnya Nabi Dawud Alaihissallam, dia tidur selama separuh malam, bangun untuk beribadah pada seper-tiga malam dan tidur kembali selama seper-enam malam.”[2]
Diriwayatkan bahwa ‘Abdullah bin ‘Amr pernah berkata, “Sungguh aku akan berpuasa pada siang hari, beribadah sepanjang malam dan membaca al-Qur-an setiap hari.” Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya, “Jangan kamu lakukan.” Kemudian beliau berkata lagi kepadanya:
إِنَّ لِنَفْسِكَ عَلَيْكَ حَقًّا، وَ ِلأَهْلِكَ عَلَيْكَ حَقًّا، وَلِزَوْجِكَ عَلَيْكَ حَقًّا، فَآتِ كُلَّ ذِيْ حَقٍّ حَقَّهُ.
“Sesungguhnya dirimu itu mempunyai hak atasmu, keluargamu mempunyai hak atasmu dan istrimu pun mempunyai hak atasmu, maka tunaikanlah setiap yang mempunyai hak akan haknya.”[3]
Disebutkan dalam hadits shahih:
أَنَّ رِجَالاً قَالَ أَحَدُهُمْ: أَمَّا أَنَا فَأَصُوْمُ وَلاَ أُفْطِرُ، وَقَالَ اْلآخَرُ: أَمَّا أَنَا فَأَقُوْمُ وَلاَ أَنَامُ، وَقَالَ اْلآخَرُ: أَمَّا أَنَا فَلاَ آكُلُ اللَّحْمَ، وَقَالَ اْلآخَرُ: أَمَّا أَنَا فَلاَ أَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ، فَقَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَا بَالُ أَقْوَامٍ يَقُوْلُوْنَ كَذَا وَكَذَا، لَكِنِّي أَصُوْمُ وَأُفْطِرُ، وَأَقُـوْمُ وَأَنَامُ وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ، وَآكُلُ اللَّحْمَ، فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي.
“Ada sekelompok orang, salah satu dari mereka berkata, ‘Aku akan berpuasa dan tidak akan berbuka.’ Yang lain berkata, ‘Aku akan beribadah terus dan tidak tidur.’ Yang lainnya berkata, ‘Aku tidak akan memakan daging.’ Yang lainnya berkata, ‘Aku tidak akan menikah dengan wanita.’ Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Bagaimana keadaan orang-orang yang berkata ini dan itu, sesungguhnya aku ini tetap berpuasa dan kadang-kadang tidak berpuasa, aku beribadah dan aku pun tidur, aku tetap menikahi wanita-wanita, dan aku juga memakan daging, maka barangsiapa yang membenci Sunnahku, maka dia tidak termasuk golonganku.’”[4]
Berdasarkan hadits-hadits ini, maka diketahui-lah bahwa dimakruhkan beribadah terus-menerus sepanjang malam. Akan tetapi masih diperboleh-kan melakukan ibadah sepanjang malam pada malam-malam tertentu seperti sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan atau melakukan ibadah pada malam lainnya dalam tempo sewaktu-waktu saja, maka yang demikian itu dibolehkan.
Diriwayatkan dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau pernah beribadah semalam penuh dengan membaca satu ayat.[5]
Dan diriwayatkan bahwa ketika memasuki sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan, beliau mengencangkan ikat pinggang, mem-bangunkan keluarganya dan menghidupkan malamnya.[6] Hal serupa juga telah dilakukan oleh beberapa orang Sahabat.
Kutipan dari kitab Talbiis Ibliis[7] :
Ibnul Jauzi berkata, “Sungguh iblis telah mengelabui sekelompok ahli ibadah, lalu mereka memperbanyak shalat malam, bahkan di antara mereka ada orang yang tidak tidur sepanjang malam dan lebih senang melakukan shalat malam dan shalat Dhuha daripada melakukan shalat-shalat fardhu, kemudian dia telah terjatuh (tidur) menjelang fajar, sehingga dia tertinggal shalat fardhu (yaitu shalat Shubuh) atau dia terbangun, lalu bersiap-siap melakukan shalat, namun dia tertinggal shalat berjama’ah atau dia melakukan shalat Shubuh dalam keadaan malas, maka dia-pun tidak kuasa lagi untuk bekerja demi meng-hidupi keluarganya.”
Ibnul Jauzi berkata, “Jika ada yang berkata, ‘Sungguh telah diriwayatkan kepada kami bahwa sekelompok ulama Salaf selalu menghidupkan malam mereka.’ Maka tanggapannya adalah bahwa mereka melakukan itu semua secara bertahap, sehingga mereka mampu melakukan itu semua dan mereka percaya bahwa mereka dapat menjaga shalat Shubuh dengan berjama’ah dan mereka dibantu oleh tidur qailulah (tidur sejenak di siang hari) dan sedikit makan. Memang hal itu benar mereka lakukan. Di samping itu tidak ada keterangan yang sampai kepada kami bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam beribadah semalaman dan tidak tidur sama sekali.[8] Maka ketahuilah bahwa sunnahnya itulah yang harus diikuti.”
[Disalin dari kitab “Kaanuu Qaliilan minal Laili maa Yahja’uun” karya Muhammad bin Su’ud al-‘Uraifi diberi pengantar oleh Syaikh ‘Abdullah al-Jibrin, Edisi Indonesia Panduan Lengkap Shalat Tahajjud, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
_______
Footnote
[1]. Lihat Fataawa Ibni Taimiyyah (XXII/308).
[2]. Telah lalu takhrijnya.
[3]. HR. Al-Bukhari dalam kitab ash-Shaum, Bab Haqqul Jism fish Shaum, (hadits no. 1975) dan Muslim dalam kitab ash-Shiyaam bab an-Nahyi ‘an Shaumid Dahr… (hadits no. 1159).
[4]. HR. Al-Bukhari dalam kitab an-Nikaah, bab at-Targhiib fin Nikaah (hadits no. 5063) dan Muslim dalam kitab an-Nikaah bab Istihbaabun Nikaah liman Taaqat Nafsuhu ilaihi… (hadits no. 1401).
[5]. Telah disebutkan dalam hadits ‘Aisyah dan Abu Dzarr Radhiyallahu anhuma.
[6]. HR. Al-Bukhari dalam kitab Shalaatut Taraawiih, bab al-‘Amali fil ‘Asyril Awaakhir min Ramadhaan, (hadits no. 2024) dan Muslim dalam kitab al-I’tikaaf, bab al-Ijtihaadi fil ‘Asyril Awaakhir min Ramadhaan, (hadits no. 1174).
[7]. Al-Muntaqa an-Nafiis min Talbiis Ibliis, ‘Ali Hasan ‘Ali ‘Abdul Hamid, (hal. 173-175).
[8]. Saya katakan, “Bahkan hal itu telah diterangkan dalam hadits hasan yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dari hadits ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma yang telah disebutkan sebelumnya dan juga dari hadits Abu Dzarr Radhiyallahu anhu yang telah disebutkan sebelumnya.”
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/3547-shalat-sepanjang-malam-2.html